Thursday 25 October 2012

tiga sahabat

Pagi itu matahari menampakkan sinar terangnya. Suara burung-burung berkicau seakan berlomba menyambut pagi yang cerah. Tapi Osin nggak peduli dengan itu. Ia masih keenakan tidur di ranjang tidurnya.
Tiba-tiba langkah kaki terdengar menuju pintu kosnya. Eh tahu-tahunya yang menuju ke pintu kosnya itu ibu kosnya yang akan membangunkannya karena semalaman Osin dan teman-temannya lembur membuat tugas statistik
“ Osin…..sin…,” panggil ibu kosnya yang terkenal cerewet dengan menggedor pintu.
“ Dasar nggak sopan tuh setan. Gue lagi bobok malah dibangunin ma monyet rabies. Kerjain aja tuh sendiri,” kata Osin menyeletuk.
Memang pagi itu Osin yang bertugas piket kos.
Jarum jam sudah menunjukkan angka 07.30 tetapi Osin belum lagi mandi. Padahal pagi itu ia ada janji bertemu dengan kenalan barunya lewat handphone.
Tanpa sepengetahuan Osin, Ines dan Mei usil.
“ Hai manis, lagi ngapain? Dah mandi belum?” goda teman Osin.
“Aduh Mei, gue lagi bingung nih”.
“ Duh ne anak kalau diajak ada-ada aja alasannya begini-begitu. Mending ikut aja ama kita” kata Ines.
“Iya, ikut aja emangnya lu nggak mau makan mie hun kesukaan loe,” goda mereka.
“ Mau……mau. Dimana tempatnya?”
“ Ya di tempat biasalah, di pondok,” kata Mei.
“ OK. Sekarang kamu berdua ikut saya dulu untuk menemui kenalan saya dua minggu yang lalu, siapa tahu dia mau traktir kita,” Jelas Mei.
Tiba-tiba Mei dan temannya dikejutkan oleh bunyi dering handphone yang terletak di dalam saku celana jeansnya.
“ Hallo…ne lu ya” tanya Mei.
“ Iya. Gue dah di depan mini market Arjun,” jawab lelaki di seberang telepon.
“ OK. Osin akan menuju ke sana”
Tetapi sampai di jalan raya, Osin melirik ke arah mini market. Namun, orang yang dicari tidak ada juga.
“ Sin, di mana orangnya? Kita dah pada lapar nih,” kata Ines.
Tapi Osin tak menjawab apa-apa karena ia tahu akan tingkat teman-temannya.
“Mei, di mana tu cowok yang loe cari. Jangan-jangan tu dia yang pakai kaos oblong yang bermerk Honda,” kata Mei menakuti.
“Yah, cabut yuk! Mendingan kita ke pondok aja sekarang daripada kita tertangkap sama tua bangka itu.”
“ Itu makanya Sin. Jangan sembarang kenalan. Masih untung badan loe itu yang seksi tidak dipengangnya. Ih…,” Mei merinding dan mencoba merasakan bagaimana kalau sempat dipegang-pegang sama si tua bangka.
Mei,Osin dan Ines berangkat ke pondok. Osin memesan mie hun sedangkan Mei dan Ines makan mie rebus. Tanpa basa-basi pesanan yang sudah ada di depan mata disambar dengan lahapnya.
Di tengah keasyikan makan mie hun, Osin melihat cowok keturunan cina yang berwajah imut.
“ Nes, Mei cepat makannya ya.”
“Mie loe aja belum habis. Cepatan dihabisin biar tidak mubazir,’ Kata Ines menasehati.
“Nes, aku salah tuang kecap. Yang kutuang kecap asin,” kata Osin membisikksn ketelingan Ines.
“Apa ?’
“Ssst…. jangan kuat-kuat. Ntar kedengaran ama orang.
Ines dan Mei tertawa. Osin pun iktu tertawa menertawakan dirinya yang sial.
Dengan rasa malu, ketiga cewek tersebut meninggalkan tempat tersebut karena semua yang berkunjung di derah tersebut tertuju pada mereka.
***
“Kenapa sih mesti harus ada hujan dibumi ini,” gerutu Cintia begitu sampai di kelas.
“ Kenapa loe Cin, bencinya ama hujan? Hujan itu kan menyenangkan. Buminya sejuk, gemericik airnya terdengar merdu,” kata Sinta menjelaskan.
“Nggak usah puitis deh, Sin. Aku jadi malas. Gara-gara hujan, gue jadi caur begini,“ gerutunya sambil memperlihatkan sepatunya yang berubah warna coklat.
“ Ih… kenapa mesti bete. Sepatu loe tetap keren juga kok, jadi kelihatan artistik,“ kata Sinta menyindir.
Dari zaman dahulu, Cintia selalu tidak bisa ceria dengan yang namanya hujan. Pada prinsipnya lebih baik panas yang berlipat-lipat dari pada hujan. Agak aneh memang prinsipnya. Sebenarnya sih cewek yang tomboi ini punya alasan kenapa dia sebegitu bencinya sama hujan. Mau tahu apa?
Ternyata Cintia sering banget dapat sial kalau lagi hujan. Berikut daftar kesialan yang harus didapatkan karena hujan.
Pertama saat sudah dandan untuk berangkat ke pesta ultah pacarnya nyokap dulu, dia terpaksa tampil seperti kecebur got. Masalahnya waktu Cintia waktu dijemput sang pacar naik motor, ketika di tengah jalan tak tahunya hujan langsung turun deras.
Jadilah dia basah kuyup dalam sekejap. Begitu sampai di rumah sang pacar, semua mata memandang bajunya yang sedikit tembus pandang. Belum selesai malunya, Om sang pacar yang terkenal genit salung memberi senyum yang ngak jelas ke Cintia. Ih……..
Yang kedua yang bikin Cintia kesal yaitu bila terjadi hujan jalanan jadi licin. Pas Cintia lagi pasang aksinya di depan gebetannya yang punya tampang Zec Eforn, dengan melenggak-lenggok berlebihan supaya diperhatiin, tiba-tiba ia kepeleset dengan sempurna. Semua itu karena lapangan basket sekolahnya jadi licin karena hujan. Sakitnya sih tidak seberapa,tapi malunya iti loh.
Tet…….tet……tet
Suara bel itu menandakan sudah waktunya semua siswa masuk kelas,termasuk Cintia.
“Baiklah, untuk hari ini kita membahas tentang  bagaimana proses hujan “ kata ibu Elvira guru Fisika.
“Iigh….. kenapa kok mesti hujan terus. Nggak ada bahasan lain apa? Nyebelin banget!“ cerocos Cintia.
“ Ya nggak tahu lah,“ kata Sinta.
“Ah, rese banget sih loe! Dasar!“
“Cintia. Ini bukan waktunya gosip. Sekarang kamu maju dan jelaskan semua yang ibu terangkan tentang hujan. Cepat!” kata ibu Elvira membentak.
“Aduh, sial lagi deh gue. Dasar hujan,” gerutu Cintia dalam hati.
Di depan kelas Cintia tidak dapat menjelaskan hal yang diminta oleh guru tentang terjadinya hujan seperti yang dijelaskan bu Elvira sebelumnya. Malahan dia menjelaskan tentang kebenciannya terhadap hujan. Akibatnya Cintia dapat hukuman untuk membersihkan ruangan guru.
Tes…..tes…….tes…..
Hujan kembali turun dan makin lama makin deras menyaingi derasnya keringat Cintia yang bercucuran.
“Uh……. Akhirnya selesai juga deh,“ keluh Cintia kelelahan. Buru-buru cintia keluar dari ruangan guru.
Bukk!
“Awww,” terdengar teriakan seorang cowok
“Aduh, sorry, sorry. Loe nggak apa-apa kan?“ tanya Cintia panik dan deg-degan karena ia bertubrukan dengan cowok gebetannya.
“Eh, nggak kok. Nggak apa-apa. Tapi ngapain loe disini?“ tanya Ivan bingung.
“Hah? Mmmm…..loe kok tau nama gue sih?, Kata Cintia nggak nyambung.
“Ya taulah. Siapa sih di sekolah ini yang nggak tau nama cewek semanis loe” jawab Ivan.
“Loe mau balik ya? Bareng aja. Kebetulan bawa mobil dan nggak mungkin dong aku membiarin loe kehujanan. Kalau loe sakit kan gue yang rugi karena nggak bisa melihat loe lewat di depan kelas gue,” rayu Ivan lagi.
Kata-kata itu yang membuat Cintia nggak bisa mengeluarkan sepatah kata pun.
Ia kesenengan karena cowok impinnya yang selama ini dia harap dan impikan mengajaknya pulang bareng.  Wah….langsung banyak adegan-adengan romantis yang terbayang dikepalanya.
“Hei…kok malah bengong sih? Yuk kita pulang” kata Ivan yang berhasil membuat Cintia kembali ke dunia nyata.
“Eh, loe mau makan soto ayam dulu nggak?“ ajak Ivan sambil menggandeng tangan Cintia.
Sekali lagi Cintia hanya bisa mengangguk sambil menyembunyikan wajahnya yang sudah lebih merah dari pada tomat.
“Untung hujan,” bisiknya pelan.

No comments:

Post a Comment